Posted by Budi at 8:20 AM
Read our previous post
BAB I
PEMBUKAAN
1.1 Latar Belakang
Setiap masalah dan peristiwa pasti ada
dasar hukumnya dan harus sesuai dengan ketentuan agama islam. Jika dahulu
terdapat persoalan yang sulit untuk di pecahkan selalu di bawa kepada
rasulallah SAW untuk di mintai pendapat oleh para sahabat bagaimana solusi
pemecahan masalah yang benar.
Setelah meninggalnya beliau Nabi
Muhammad SAW persoalan-persoalan baru yang kompleks semakin bermunculan. Peran
Al-quran dan hadist di rasa sangat penting disini sebagai dasar suatu hukum permasalahan.
Seiring dengan berjalanya waktu, Al-Quran dan Hadist dirasa masih kurang
sehingga muncullah suatu ilmu yang mempelajari tentang studi hukum syari’ah
yaitu Ilmu Ushul Fiqih Salah satu ruang lingkup dari Ilmu Ushul
Fiqih adalah istihsan
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1
Apakah yang di maksud dengan istihsan?
1.2.2
Apakah dasar-dasar hukum dari istihsan?
1.2.3
Apa sajakah macam-macam istihsan?
1.2.4
Bagaimanakah kehujjah istihsan?
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1
Pengertian Istihsan
1.3.2
Dasar-dasr hukum istihsan
1.3.3
Macam-macam Istihsan
1.3.4
Kehujjahan Istihsan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN ISTIHSAN
Istihsan dari
segi bahasa ialah: berasal dari kata kerja bahasa arab اِسْتَحْسَنَ- يَحْتَسِنُ menjadi اِسْتِحْسَانًا yang berati mencari kebaikan.
Sedangkan
menurut istilah Istihsan adalah menarjihkan (mengunggulkan) suatu dalil dari dalil yang
menantangnya disebabkan adanya murajjih (faktor yang menangguhkan) yang di akui
(mu’tabar)[1]
istihsan juga bisa berarti penangguhan hukum seseorang mujtahid dari hukum yang
jelas ( Qur'an, sunnah, Ijma' dan qiyas ) ke hukum yang samar-samar seperti Qiyas
khafi karena kondisi/keadaan darurat.
Menurut Imam Al-Bazdawi ( 400-482 H/1010-1079M
)
“berpaling dari kehendak qiyas kepada qiyas
yang lebih kuat atau pengkhususan qiyas berdasarkan dalil yang lebih kuat”
Menurut Imam Al-Sarakhsi (483 H/1090M)
“istihsan itu berarti meninggalkan qiyas dan
mengamalkan yang lebih kuat dari itu, karena adanya dalil yang menghendakinya
serta lebih sesuai dengan kemaslahatan umat manusia”
2.2 DASAR-DASAR HUKUM ISTIHSAN
Dari Al-quran
....sampaikanlah berita itu kepada
hamba- hamba-Ku yang mendengarkan Perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik
di antaranya. mereka Itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan
mereka Itulah orang-orang yang mempunyai akal. (Az-zumar:17-18)
“Dan berjihadlah kamu pada jalan
Allah dengan Jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia
sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.....”
(QS.Al-Hajj:78)
Dari Hadist Rasulallah:
ما راه المسلمون حسنا فهو عند الله حسن (راوه
الاحمد)
Artinya:
“apa-apa yang di anggap baik oleh orang-orang muslim maka
di anggap suatu hal yang baik di sisi allah.”(HR. Ahmad)
2.3
MACAM-MACAM ISTIHSAN
Suatu peristiwa yang tidak di sebutkan hukumnya di dalam al-quran
dan sunah, menurut pendapat mujtahid berdasarkan qiyas ada dua hukumnya yang
bertentangan, yang pertama di tunjuk oleh qiyas jalil dan kedua di tunjuk oleh
qiyas khafi. Namun, menurut para pendapat mujtahid yang di tunjuk oleh qiyah
khafi itulah yang lebih kuat karena adanya alasan yang di temui mujtahid lalu
meninggalkan qiyas jalil berpindah pada qiyas khafi itulah yang di namakan
istihsan. Begitu juga kalau mujtahid menemukan dalil yang bersifat umum dan
dalil pengecualian, namun mereka menemukan alasan yang memperkuat bahwa dalil
pengecualian itu lebih kuat lalu mereka mencantumkan hukumnya berdasarkan
pengecualian tadi, juga dinamakan istihsan.
Dari uraian di atas di dapatkan bahwa istihsan ada dua
macam:
Contoh: dalam
sebuah peristiwa jual beli terjadi sebuah perselisihan atara penjual dan
pembeli mengenai jumlah harga, upahnya penjual mengatakan Rp.100 sedang pembeli
mengatakan Rp.90 maka yang diambil sumpahnya sebagai alat bukti adalah pembeli
karena pembeli berada posisi yang ingkar terhadap jumlah harga. Berdasarkan
qiyas jalil, setiap orang yang ingkar di ambil sumpahnya. Namun, mujtahid
menemukan alasan lain, yaitu jika pihak penjual menambah harga dari yang di
akui oleh pembeli dan penjual dengan menyerahkan barangnya kepada pembeli, maka
posisinya sebagai orang yang dituntut dan orang yang menuntut. Karena itu,
berdasarkan qiyas khafi penjual juga diambil sumpahnya.
2.
Perpindahan hukum dari hukum yang bersifat umum pada
hukum pengecualian.
Contoh: menurut ketentuan fiqih bahwa orang yang menerima
amanah tidak dapat di tuntut untuk mengganti kerugian akibat rusaknya benda
yang di amanatkan, terkecuali kalau disebabkan kelalaian dari beberapa orang
yang bersama-sama mengambil upah kalau terjadi kerusakan benda yang di upahkan
itu disebabkan keadaan yang tidak diduga duga, mereka tidak di tuntut mengganti
berdasarkan istihsan.
Sedangkan menurut ulama hanafiyyah membagi istihsan
menjadi dua macam yaitu:
a.
Istihsan Qiyas : ada dua illat yang terdapat dalam qiyas yang salah satunya di jadikan
dasar istihsan karena di pandang lebih
baik dari pada yang lain.
Contoh :
Burung karnivora
(pemakan bangkai) di pandang haram di makan haram karena di qiyaskan dengan
binatang buas. Di karenakan bangkai adalah benda najis, air sisa minumnya
termasuk najis karena bercampur dengan sisa bangkai yang bercampur dengan liur
binatang buas. Akan tetapi, penetapan istihsan tidak menjadikannya sebagai
najis, meskipun sisa air minum binatang buas tetap dijadikannya najis karena ,
air liur binatang buas bercampur dengan air yang diminumnya. Sedangkan burung
karnivora meminum airnya dengan paruhnya bukan dengan lidahnya. Sehingga air
liurnya tidak tersisa pada air tersebut.[4]
b.
Istihsan Yang Menolak Qiyas yaitu yang bertentangan dengan illat-illat qiyas, yang
dapat pula ditinjau dari tiga bagian. Antara lain:
1.
Istihsan sunnah yaitu suatu penetapan istihsan yang menolak qiyas karena berdasarkan suatu
hadist.
Contoh:
Seseorang yang berpuasa, lalu makan atau minum karena
lupa, maka penetapan qiyas menghukumi peristiwa ini dengan batalnya puasa.
Karena di samakan dengan makan dan minum di waktu ia sadar. Namun, penetapan
istihsan membolehkan melanjutkan puasanya
من نسي وهو صائم فاكل او شرب فليتم صومه فانما اطمعه الله
وسقه
(راواه البخاري ومسلم عن ابي هريرة)
Artinya:
“barang siapa yang lupa sehingga ia makan atau
minum padahal iaberpuasa maka hendaklah ia melanjutkan puasanya; bahwasanya
Allah telah memberinya makan dan minum”
(HR. Bukhari dan muslim dan Abu Hurairah)
2.
Istihsan ijma’ yaitu suatu penetapan yang menolak qiyas
karena berdasarkan ijma’.
Contoh
Aqad seseorang yang memesan barang-barang
dengan tukangnya tidak sah menurut penetapan qiyas karena disamakan dengan
jual-beli yang tidak hadir barangnya. Tetapi istihsan menetapkan sebagai aqad
yang sah karena perbuatan itu di lakukan oleh masyarakat banyak, berarti
disepakati kebolehanya.
3.
Istihsan dharurat yaitu penetapan istihsan yang bertentangan
dengan qiyas karena pertimbangan dharurat.
Contoh
Menjual kotoran binatang hukumnya adalah haram
karena menjual kotoran diqiyaskan dengan memakan kotoran. Tetapi penetapan
istihsan membolehkanya karena pertimbangan darurat, yaitu dapat memenuhi
sebagian kebutuhan yang mendesak dan dapat pula dimanfaatkan oleh petani
sebagai pemupuk tanaman.
2.4 Kehujjahan Istihsan
Jumhur ulama Malikiyah, hanafiyah dan
hanabillah menetapkan bahwa istihsan adalah suatu dalil yang syari’i yang dapat
dijadikan hujjah untuk menetapkan hukum terhadap sesutu yang telah ditetapkan qiyas atau
keumuman nash.
Sedangkan golongan syafi’iyah menolak istihsan
karena berhujah dengan istihsan dianggap menetapkan suatu hukum tanpa dasar
yang kuat hanya semata mata didasarkan hawa nafsunya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Istihsan adalah upaya untuk mencari hukum
sebuah peristiwa dengan cara berpaling dari kehendak qiyas kepada qiyas yang
lebih kuat atau pengkhususan qiyas berdasarkan dalil yang lebih kuat.
dasar dasar hukum dari istihsan terdapat dalam
alqur’an surat Az-zumar:17-18 dan Al-hajj:78 serta dari al hadist yang
diriwayatkan oleh Ahmad
Istihsan di bagi menjadi dua yaitu Memindahkan hukum dari qiyas jalil pada qiyas khofi, dan
Perpindahan hukum dari hukum yang bersifat umum pada hukum pengecualian.
Sedangkan ulama hanafiyyah membagi istihsan menjadi dua macam yaitu Istihsan
Qiyas dan Istihsan yang Menolak Qiyas
Kehujahan Istihsan di tetapkan oleh ulama’ Malikiyah, hanafiyah dan hanabillah menetapkan
hukum terhadap sesutu yang telah ditetapkan qiyas atau
keumuman nash. Namun syafi’iyah menolak istihsan karena berhujah dengan
istihsan dianggap menetapkan suatu hukum tanpa dasar
DAFTAR PUSTAKA
Asy-Syaikh al-'Allamah Muhammad bin Sholeh
al-'Utsaimin, Asy-Syaikh.2007. Prinsip Ilmu Ushul Fiqih (terjemahan kitab Al-Ushul min
'Ilmil Ushul)
Haq, Hamka.2007.Al -Syathibi Aspek Teologis
Konsep Maslahah Dalam Kitab Al-Muwafaqat Erlangga
Umam, Khairul.1998.USHUL FIQIH-I.Bandung.Pustaka
Setia
http://id.wikipedia.org/wiki/Istihsan (di akses pada tanggal 27 april 2013)
[1] USHUL FIQIH-I Khairul Umam, dkk.1998 cv
Pustaka Setia Bandung
[2]
Qiyas jalil (jelas) adalah :
yang tetap 'illahnya dengan nash atau ijma' atau
dipastikan dengan menafikan perbedaan antara ashl dan
cabangnya.
[3]
Qiyas khofi (samar) adalah : yang 'illah-nya tetap dengan istimbath
(penggalian hukum) dan tidak dipastikan dengan
menafikan perbedaan antara
ashl dengan cabang
[4] Al-Syathibi Aspek Teologis Konsep
Maslahah Dalam Kitab Al-Muwafaqat.Hamka haq.2007.Erlangga hal:248
No comments:
Post a Comment